Translate

Rabu, 29 Maret 2017

Kegiatan Pembelajaran 1: Kamera Video




KAMERA VIDEO 

Kamera video (Video Camera Recorder) adalah kamera elektronik untuk
menangkap gambar bergerak (Motion) dalam format video. Kamera video sendiri dalam perkembangannya dimulai dari kamera video analog dan berkembang menjadi kamera video digital.

Dalam kegiatan produksi video/film, terdapat banyak jenis kamera yang digunakan. Pada dasarnya peralatan kamera untuk produksi film terbagi menjaditiga, yaitu consumer, prosumer dan professional.

a. Kamera consumer
Kamera consumer di desain untuk keperluan sehari-hari dengan
kecenderungan pengguna kalangan yang memiliki hobby di bidang
videografi.
Ciri-ciri kamera consumer:
- Fitur yang disediakan serba otomatis
- Harga relatif lebih murah
- Tidak tahan banting dan cenderung lebih ringkih
- Memiliki resolusi gambar yang rendah, SD – SDTV (Standard –      definition television)


b. Kamera prosumer
Kamera prosumer kadang dikenal sebagai peralatan home industry,
digunakan untuk produksi yang sedikit lebih berat dan kadang-kadang
memberikan beberapa fitur professional (missal lensa kamera dapat diganti dengan lensa film) tetapi masih memiliki banyak fitur otomatis seperti yangterdapat pada kamera consumer. Karena sifatnya kombinasi portabilitas dan kualitas, maka kamera jenis ini lebih rendah biayanya dibandingkan dengan kamera professional sehingga para professional pun terkadang menggunakan kamera ini dengan menambah berbagai kombinasi alat yang lain, misalnya penggunaan lensa.



Kamera prosumer memiliki ciri-ciri:
- Penggunanya adalah home industry atau mendekati professional
- Sudah memiliki beberapa fitur manual
- Harga lebih mahal dibanding kamera consumer
- Tidak tahan banting tetapi tidak ringkih
- Mempunyai resolusi gambar yang cenderung lebih baik dari kelas
  consumer namun masih SD – SDTV. Ada yang sudah HDTV (high
  definition television) namun harganya masih mahal.

c. Kamera professional
Kamera professional dirancang khusus untuk kebutuhan produksi yang
tinggi dengan tingkat pemakaian yang berat, berkualitas tinggi pada semua aspek komponen, termasuk lensa. Mempunyai ciri:
- Pengguna sebagian besar professional broadcast industri besar     di dunia pertelevisian dan Production house (PH)
- Fitur manual karena membutuhkan beberapa pengaturan dalam penggunaannya. Tersedia fitur otomatis, namun gambar yang dihasilkan kurang bagus
- Harga mahal
- Memiliki standar fungsi yang tinggi, resolusi HDTV dengan warna yang tidak mengalami distorsi
- Sangat stabil dan handal Cukup kuat dan tahan segala kondisi seperti getaran, guncangan, debu, panas


Pada dasarnya, setiap kamera video terdiri dari tiga bagian, yaitu lensa, bodycamera dan video camera recorder.

1. Lensa
Lensa pada kamera berfungsi sebagai sebuah mata bagi kamera, hal yangpaling utama dalam menentukan apa dan bagaimana kamera akan melihat subjek dan seberapa baikpandangan yang ditransmisikan ke chip sensor kamera. Lensa mempunyai fungsimenangkap obyek secara optik yang menghasilkan gambar dan di teruskan kepermukaan tabung kamera (natinya oleh tabung camera diubah lagi dari optik ke elektrik). Jenis lensa di bedakan menurut Focal Length yakni panjang jarak antara pusat optik lensa atau dengan titik di mana gambar terlihat dalam keadaan focus (sensor kamera).Focal Length biasanya diukur dalam satuan milimeter. Ada beberapa control yang dapat dilakukan lewat lensa saat pengambilan gambar yakni zooming dan focus. Zooming adalah pergerakan lensa kamera sehingga mebuat gambar terlihat seolah-olah kamera mendekat atau menjauhi subyek, pergerakan tersebut dilakukan oleh lensa secaraoptik dengan mengubah panjang fokal lenght dari sudut pandang sempit (telephoto)ke sudut lebar (wide angle).Zooming dapat dilakukan dengan dua cara yakni secara manual dengan memutar ringzoom pada lensa dan kedua dengan menggunakan tombol zoom servo yang ada padahandle camera sehingga terjangkau jari pada waktu mengoperasikan kamera.
Focus adalah pengaturan lensa yang tepat untuk jarak tertentu. Gambar dikatakanfokus apabila proyeksi gambar yang dihasilkan oleh lensa jatuh di permukaan tabungatau CCD jelas dan tajam. Sehingga nampak juga di viewfinder dan monitor kamera.



2. Body camera
Body camera berisi tabung pengambil gambar (pick up tube) yang berfungsi untuk merubah gambar optik yang di hasilkan lensa menjadi sinyal elektrik.Di body camera ini biasanya juga di lengkapi dgn beberapa fasilitas camera seperti:viewfinder, exposure, black balance, white balance, shutter speed, digital efek dan lain-lain tergantung jenis cameranya.


3. Video camera recorder (VCR)
Bagian ini berfungsi sebagai alat perekam gambar dan suara. Di beberapa camera ada yg recordernya terpisah namun ada juga yang menyatu dengan body camera, kelebihan jikarecordernya jadi satu adalah keringanan dan efesiensi waktu.Perkembangan teknologi saat ini sangat mempermudah kita dalam perekaman gambar,karena kita tidak perlu lagi menggunakan pita kaset seperti zaman dahulu, tetapi sudahmulai bisa menggunakan internal memory (HDD internal) dan juga menggunakanexternal memory seperti Micro SD, SD, Stick Dwo, CF dan lain sebagainya. Kita tidaklagi melakukan capturing (transfer data) dari pita kaset ke komputer dimanamembutuhkanalat dan waktu yang cukup banyak, melainkan cukup dengan copypastedata dari memori ke komputer dalam waktu yang relatif singkat.

Prinsip kerja kamera video dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Lensa menangkap gambar, lalu diteruskan ke bagian panel penangkap
   gambar. Penangkap gambar atau biasa disebut sensor Charge Couple
  Device (CCD) -yang juga berfungsi sebagai view finder- mengirimkan
gambar ke LCD.
2. Gambar yang ditangkap oleh lensa, dilewatkan pada filter warna    yangkemudian akan ditangkap oleh CCD atau sensor gambar. Jarak  antara lensa dan sensor ini dikenal dengan istilah focal length.  Jarak ini pula yang akan menjadi faktor pengali pada lensa.
3. Tugas CCD adalah merubah sinyal analog (gambar yang ditangkap    oleh lensa) menjadi sinyal listrik. Pada CCD ini terdapat jutaan  titik sensor yang dikenal dengan pixel
4. Gambar yang ditangkap oleh sensor CCD diteruskan ke bagian  pemroses gambar yang tugasnya memproses semua data dari sensor CCD  menjadi data digital berupa file format gambar, serta melakukan  proses kompresi sesuai format gambar yang dipilih (RAW, JPEG, dan  sebagainya). Di bagian ini selain chipset yang berperan, software  (firmware) dari kamera yang bersangkutan juga menentukan hasil  akhir gambar.
5. Proses yang terakhir adalah mengirimkan hasil file gambar dalam  format yang dipilih ke bagian penyimpanan (storage) atau memory  card. Sistem kamera digital terbagi atas 3 tiga macam. Pembagian  ini berdasarkan sistem televisi di dunia yaitu:
a. National Television System Committee (NTSC), yangdigunakan di    Amerika Serikat. Sistem ini memiliki spesifikasi kemampuan merekam  gambar 525 garis perdetik, 29 frame per second dan sumber tenaga  listrik denganfrekuensi 60 hertz.
b. Phase Alternate Line (PAL), sistem inilah yang di gunakan di  Indonesia dan Eropa. Sistem ini memiliki spesifikasi kemampuan    merekam gambar 625 garis perdetik, 25 frame per second dan sumber  listrik 50 hertz.
c. SECAM, sistem ini digunakan di Perancis. Sistem ini memiliki  kemampuan merekam gambar 825 garis perdetik, 25 frame per second  dan sumber tenaga listrik 50 hertz.
 Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan perangkat  kamera. Sebelum melakukan shooting ada baiknya jika seorang juru  kamera melakukan persiapan-persiapan sebagai berikut:
- Penguasaan terhadap perangkat kamera yang akan digunakan.  Sebaiknya mengikuti aturan penggunaan yang tertulis pada manual  book. Pahami kelebihan dan kekurangannya.
- Setelah paham dengan seluk beluk kamera, pahami juga adegan apa  dan teknik yang bagaimana yang diinginkan.
- Membuat breakdown peralatan yang akan digunakan seperti baterai,
 mikrofon, kabel extension, dan lain-lain.
- Pastikan baterai dalam kondisi prima dan penuh, dan semua  fasilitas di kamera berjalan dengan baik.





T E R I M A   K A S I H





Video Kunjungan Industri di Percetakan Juragan Print & Magna Print Kotamobagu
Semoga menjadi kenangan buat kita terlebih peserta IN 1 Keahlian Ganda
Pusat Belajar SMK N 1 Kotamobagu




PENGERTIAN FILM

Film adalah gambar-hidup yang juga sering disebut movie. Film secara kolektif sering disebut sebagai sinema. Sinema bersumber dari kata kinematik atau gerak. Film juga sebetulnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa di kenal di dunia para sineas sebagai seluloid. Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie = grhap (tulisan = gambar = citra),jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar dapat melukis gerak dengan cahaya, harus menggunakan alat khusus, yang biasa disebut dengan kamera.

Film adalah gambar yang bergerak, adapun pergerakannya disebut sebagai intermitten movement, gerakan yang muncul hanya karena keterbatasan kemampuan mata dan otak manusia menangkap sejumlah pergantian gambar dalam sepersekian detik. Film menjadi media yang sangat berpengaruh, melebihi mediamedia yang lain, karena secara audio dan visual bekerja sama dengan baik dalam membuat penonton tidak bosan dan lebih mudah mengingat, karena formatnya yang menarik.

Definisi Film Menurut UU 8/1992, adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya.







SEJARAH FILM INTERNASIONAL



Film yang ditemukan pada akhir abad ke-19 dan terus berkembang hingga hari ini merupakan ‘perkembangan lebih jauh’ dari teknologi fotografi. Perkembangan penting sejarah fotografi telah terjadi di tahun 1826, ketika Joseph Nicephore Niepce dari Perancis membuat campuran dengan perak untuk membuat gambar pada sebuah lempengan timah yang tebal.Thomas Alva Edison (1847-1931) seorang ilmuwan Amerika Serikat penemu lampu listrik dan fonograf (piringan hitam), pada tahun 1887 terinspirasi untuk membuat alat untuk merekam dan membuat (memproduksi) gambar. Edison dibantu oleh George Eastman, yang kemudian pada tahun 1884 menemukan pita film (seluloid) yang terbuat dari plastik tembus pandang.

 Tahun 1891 Eastman dibantu Hannibal Goodwin memperkenalkan satu rol film yang dapat dimasukkan ke dalam kamera pada siang hari. Alat yang dirancang dan dibuat oleh Thomas Alva Edison itu disebut kinetoskop (kinetoscope) yang berbentuk kotak berlubang untuk menyaksikan atau mengintip suatu pertunjukan. Lumiere bersaudara kemudian merancang peralatan baru yang mengkombinasikan kamera, alat memproses film dan proyektor menjadi satu. Lumiere Bersaudara menyebut peralatan baru untuk kinetoskop itu dengan “sinematograf” (cinematographe). Peralatan sinematograf ini kemudian dipatenkan pada tahun 1895. Pada peralatan sinematograf ini terdapat mekanisme gerakan yang tersendat (intermittent movement) yang menyebabkan setiap frame dari film diputar akan berhenti sesaat, dan kemudian disinari lampu proyektor.
Film pertama kali dipertontonkan untuk khalayak umum dengan membayar, berlangsung di Grand Cafe Boulevard de Capucines, Paris, Perancis pada 28 Desember 1895. Peristiwa ini sekaligus menandai lahirnya film dan bioskop di dunia. Meskipun usaha untuk membuat "citra bergerak" atau film sendiri sudah dimulai jauh sebelum tahun 1895, bahkan sejak tahun 130 masehi, namun dunia internasional mengakui bahwa peristiwa di Grand Cafe ini yang menandai lahirnya film pertama di dunia.
Sejak ditemukan, perjalanan film terus mengalami perkembangan besar bersamaan dengan perkembangan atau kemajuan-kemajuan teknologi pendukungnya. Pada awalnya, hanya dikenal film hitam putih dan tanpa suara atau dikenal dengan sebutan “film bisu”. Masa film bisu berakhir pada tahun 1920-an, setelah ditemukannya film bersuara. Film bersuara pertama diproduksi tahun 1927 dengan judul “Jazz Singer”, dan diputar pertama kali untuk umum pada 6 Oktober 1927 di New York, Amerika Serikat. Kemudian menyusul ditemukannya film berwarna di tahun 1930-an.








SEJARAH PERKEMBANGAN FILM DI INDONESIA



Film Indonesia pertama kali dikenalkan pada 5 Desember 1900 di Batavia (Jakarta). Pada masa itu film disebut “Gambar Idoep". Pertunjukkan film pertama digelar di Tanah Abang dengan tema film dokumenter yang menggambarkan perjalanan Ratu dan Raja Belanda di Den Haag. Namun pertunjukan pertama ini kurang sukses karena harga karcisnya dianggap terlalu mahal. Sehingga pada 1 Januari 1901, harga karcis dikurangi hingga 75% untuk merangsang minat penonton. Film cerita pertama kali dikenal di Indonesia pada tahun 1905 yang diimpor dari Amerika. Film-film impor ini berubah judul ke dalam bahasa Melayu, dan film cerita impor ini cukup laku di Indonesia, dibuktikan dengan jumlah penonton dan bioskop pun meningkat. Daya tarik tontonan baru ini ternyata mengagumkan.

 Film lokal pertama kali diproduksi pada tahun 1926, dengan judul “Loetoeng Kasaroeng” yang diproduksi oleh NV Java Film Company, adalah sebuah film cerita yang masih bisu. Agak terlambat memang, karena pada tahun tersebut di belahan dunia yang lain, film-film bersuara sudah mulai diproduksi. Untuk lebih mempopulerkan film Indonesia, Djamaludin Malik mendorong adanya Festival Film Indonesia (FFI) I pada tanggal 30 Maret-5 April 1955, setelah sebelumnya pada 30 Agustus 1954 terbentuk PPFI (Persatuan Perusahaan Film Indonesia). Kemudian film “Jam Malam” karya Usmar Ismail tampil sebagai film terbaik dalam festival ini. Film ini sekaligus terpilih mewakili Indonesia dalam Festival Film Asia II di Singapura. Film ini juga dianggap karya terbaik Usmar Ismail. Sebuah film yang menyampaikan kritik sosial yang sangat tajam mengenai para bekas pejuang setelah kemerdekaan.

Pertengahan ‘90-an, film-film nasional yang tengah menghadapi krisis ekonomi harus bersaing keras dengan maraknya sinetron di televisi-televisi swasta. Apalagi dengan kehadiran Laser Disc, VCD dan DVD yang makin memudahkan masyarakat untuk menikmati film impor. Namun di sisi lain, kehadiran kamerakamera digital berdampak positif juga dalam dunia film Indonesia, karena dengan adanya kamera digital, mulailah terbangun komunitas film-film independen. Filmfilm yang dibuat di luar aturan baku yang ada. Film-film mulai diproduksi dengan spirit militan. Meskipun banyak film yang kelihatan amatir namun terdapat juga film-film dengan kualitas sinematografi yang baik, tetapi film-film independen masih belum memiliki jaringan peredaran yang baik, sehingga film-film ini hanya bisa dilihat secara terbatas dan di ajang festival saja.








KLASIFIKASI FILM


A.    Menurut Jenis Film

a.       Film Fiksi

Film cerita (fiksi), merupakan film yang dibuat atau diproduksi berdasarkan cerita yang dikarang dan dimainkan oleh aktor dan aktris. Sebagian besar atau pada umumnya film cerita bersifat komersial. Pengertian komersial diartikan bahwa film dipertontonkan di bioskop dengan harga karcis tertentu. Artinya, untuk menonton film itu di gedung bioskop, penonton harus membeli karcis terlebih dulu. Demikian pula bila ditayangkan di televisi, penayangannya didukung dengan sponsor iklan tertentu pula.

b.      Film Non Fiksi

Film noncerita adalah film yang mengambil kenyataan sebagai subyeknya. Film non cerita ini terbagi atas dua kategori, yaitu:
a.       Film Faktual: menampilkan fakta atau kenyataan yang ada, dimana kamera sekedar merekam suatu kejadian. Sekarang, film faktual dikenal sebagai film berita (news-reel), yang menekankan pada sisi pemberitaan suatu kejadian aktual.
b.      Film dokumenter: selain fakta, juga mengandung subyektifitas pembuat yang diartikan sebagai sikap atau opini terhadap peristiwa, sehingga persepsi tentang kenyataan akan sangat tergantung pada si pembuat film dokumenter tersebut.

B.     Menurut Cara Pembuatan

a. Film Eksperimental
Film Eksperimental adalah film yang dibuat tanpa mengacu pada kaidah kaidah pembuatan film yang lazim. Tujuannya adalah untuk mengadakan eksperimentasi dan mencari cara-cara pengucapan baru lewat film. Umumnya dibuat oleh sineas yang kritis terhadap perubahan (kalangan seniman film), tanpa mengutamakan sisi komersialisme, namun lebih kepada sisi kebebasan berkarya.
b. Film Animasi
Film Animasi adalah film yang dibuat dengan memanfaatkan gambar (lukisan) maupun benda-benda mati yang lain, seperti boneka, meja, dan kursi yang bisa dihidupkan dengan teknik animasi.

C.    Menurut Tema Film (Genre)

a. Drama
Tema ini lebih menekankan pada sisi human interest yang bertujuan mengajak penonton ikut merasakan kejadian yang dialami tokohnya, sehingga penonton merasa seakan-akan berada di dalam film tersebut. Tidak jarang penonton yang merasakan sedih, senang, kecewa, bahkan ikut
marah.


b. Action
Tema action mengetengahkan adegan-adegan perkelahian, pertempuran dengan senjata, atau kebut -kebutan kendaraan antara tokoh yang baik (protagonis) dengan tokoh yang jahat (antagonis), sehingga penonton ikut merasakan ketegangan, was-was, takut, bahkan bisa ikut bangga terhadap kemenangan si tokoh.
12
c. Komedi
Tema film komedi intinya adalah mengetengahkan tontonan yang membuat penonton tersenyum, atau bahkan tertawa terbahak-bahak. Film komedi berbeda dengan lawakan, karena film komedi tidak harus dimainkan oleh pelawak, tetapi pemain biasa pun bisa memerankan tokoh yang lucu.

d. Tragedi
Film yang bertemakan tragedi, umumnya mengetengahkan kondisi atau nasib yang dialami oleh tokoh utama pada film tersebut. Nasib yang dialami biasanya membuat penonton merasa kasihan/prihatin/iba.

e. Horor
Film bertemakan horor selalu menampilkan adegan-adegan yang menyeramkan sehingga membuat penontonnya merinding karena perasaan takutnya. Hal ini karena film horor selalu berkaitan dengan dunia gaib/magis, yang dibuat dengan special affect, animasi, atau langsung dari tokoh-tokoh dalam film tersebut.





Film ‘Mainstream’


Pengertian Istilah film ‘mainstream’ ditujukan kepada film-film yang diproduksi oleh studio-studio besar yang bertujuan menghibur masyarakat dengan meraup keuntungan sebesar-besarnya, dan biasanya berdurasi panjang (90-100 menit). Film-film mainstream lebih dianggap barang dagangan (industri) daripada dianggap sebagai sebuah karya seni.

Karakter Film ‘Mainstream’
Ada beberapa karakter khas film ‘mainstream’ yang umumnya menjadi acuan:

a. Non Teknis
Secara non teknis film ‘mainstream’ dibagi menurut ide atau tema. Ide atau tema yang dipakai adalah tema-tema yang sedang populer di masyarakat, karena bertujuan ‘komersial’ (umumnya mengangkat kisah heroik dan percintaan).

Alur cerita Dibagi dalam 4 bagian:
1.      Pembuka: berisi perkenalan tokoh (baik protagonis maupun antagonis).Pada akhir babak ini biasanya dimunculkan masalah yang dialami tokoh utama protagonis.
2.      Tengah: merupakan pengembangan masalah yang biasanya disusun dengan berliku-liku (panjang).
3.      Klimaks: merupakan puncak dari permasalahan dan penyelesaiannya.
4.      Babak penutup: merupakan akhir cerita yang biasanya dibuat agar penonton ikut merasakan kebahagiaan/kemenangan dari tokoh utama (happy ending).

b. Secara teknis,
Karakter film ‘mainstream’ adalah:
 Menggunakan bahan selluloid (minimal film 35 mm) agar dapat diputar di bioskop.
 Memiliki jaringan kerjasama yang jelas dan luas, baik pada saat praproduksi, produksi sampai   ke tahap distribusi film dengan tujuan utama keuntungan secara materi.
 Modal/dana disediakan oleh orang atau instansi tertentu yang berposisi sebagai produser.
Menggunakan sistem bintang, maksudnya pemeran film sudah dikenal oleh masyarakat (public figure) dengan tujuan menarik minat penonton.
 Ada proses sensor dari lembaga perfilman yang terkait, dengan tujuan menyaring bagian film yang dianggap tidak baik untuk dikonsumsi masyarakat umum.





Pelaku Industri Film


1.      Produser

Dalam bukunya yang berjudul People Who Makes Movies, Theodore Taylor menyebut produser sebagai “Orang dagang tapi kreatif”. Produser adalah orang yang mengepalai studio. Orang ini memimpin produksi film, menentukan cerita dan biaya yang diperlukan serta memilih orang-orang yang harus bekerja untuk film yang dibuat di studionya.

2.      Sutradara

Sutradara terkemuka Amerika, Arthur Penn, menyebut sutradara sebagai orang yang menulis dengan kamera (Theodore Taylor, People Who Make Movies, hal.21). Sutradara adalah orang yang memimpin proses pembuatan film (syuting), mulai dari memilih pemeran tokoh dalam film, hingga memberikan arahan pada setiap kru yang bekerja pada film tersebut sesuai dengan skenario yang telah dibuat.

3.      Penulis Skenario

Orang yang mengaplikasikan ide cerita ke dalam tulisan, dimana tulisan ini akan menjadi acuan bagi sutradara untuk membuat film. Pekerjaan penulisan skenario tidak selesai pada saat skenario rampung, karena tidak jarang skenario itu harus ditulis ulang karena produser kurang puas.

4.      Penata Fotografi

Penata fotografi adalah nama lain dari juru kamera (cameraman), orang yang benar-benar memiliki pengetahuan dan ahli dalam menggunakan kamera film. Dalam menjalankan tugasnya mengambil gambar (shot), seorang juru kamera berada di bawah arahan seorang sutradara.

5.      Penyunting

Penyunting adalah orang yang bertugas merangkai gambar yang telah diambil sebelumnya menjadi rangkaian cerita sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Pada proses ini, juga dilakukan pemberian suara (musik) atau special effect yang diperlukan untuk memperkuat karakter gambar atau adegan dalam film.

6.      Pemeran

Posisi pemeran yang juga disebut sebagai bintang film ini, secara kelembagaan, tidaklah begitu penting karena seorang pemeran harus tunduk dan melakukan segala arahan yang diberikan oleh sutradara. Namun, karena cerita film sampai pada penonton melalui bintang film tersebut, di mata penonton justru bintang film itulah yang paling penting, amat menentukan.


7.      Publicity Manager

Menjelang, selama, dan sesudah sebuah film selesai dikerjakan, para calon penonton harus dipersiapkan untuk menerima kehadiran film tersebut. Pekerjaan ini dipimpin oleh seorang yang tahu betul melakukan propaganda, dan sebutannya adalah publicity manager.




Film Independen (Indie)

Independen di Indonesia

Film independen (indie) yang dimaksud adalah film-film alternatif di luar film-film ‘mainstream’, yang produksi dan distribusinya berdasarkan semangat independent para filmmaker yang cenderung berkarakter dekonstruktif dan eksperimental. Sebuah film menjadi film indie saat nurani si filmmaker menginginkannya menjadi suatu yang independent, terlepas dari latar belakang proses produksi film atau mungkin juga sebuah karakter personal yang menjadi gaya si filmmaker untuk membuatnya menjadi sebuah art. Sehingga sebuah film indie dapat dilihat dari ‘semangat’ dan nurani si filmmaker. Film indie di Indonesia muncul sebagai alat komunikasi suatu komunitas atau individu untuk berekspresi. Faktor-faktor lain yang mendorong gairah pembuatan film-film indie di Indonesia, sama dengan yang terjadi di negara-negara lain di Asia yaitu tidak tersedianya media untuk berekspresi. (Garin Nugroho, Berpikir Merdeka dan Berkarya Mandiri, Kompas, Minggu, 9 Juni 2002).

Karakter Film Independen

Film indie umumnya menawarkan tema-tema yang beragam, yang tidak ditemui di film-film pada umumnya yang cenderung latah dan mengekor film-film yang telah sukses. Tema-tema sederhana, yang justru dengan kesederhanaannya dapat menembus ketaksederhanaan, yang luput dari perhatian masyarakat. Karena sifatnya sebagai alternatif, bukan komersil, membuat film indie penuh dengan eksplorasi subyektif dari si pembuat. Filmmaker memiliki kebebasan berekspresi menuangkan segala kreativitas imajinasinya dalam karya film, sehingga menghasilkan film-film yang tidak biasa (tidak konvensional). Kemurnian dan kejujuran inilah yang membuat film indie dikonotasikan sebagai film ‘egois’ yang hanya dinikmati kalangan tertentu saja. Kemandirian dalam pengadaan dana/tanpa sponsor secara tidak langsung juga
mengakibatkan kemandirian pendistribusian dan penggunaan pemeran film. Pendistribusian dilakukan secara ‘gerilya’ dan pemain film yang mendukung bukanlah selebriti terkenal, melainkan orang-orang biasa yang memiliki bakat acting

Berdasarkan durasi atau lamanya sebuah film dapat dibagi sebagai berikut:

1. Film Pendek
Durasi film cerita pendek biasanya di bawah 60 menit. Di banyak negara seperti Jerman, Australia, Kanada, Amerika Serikat, dan juga Indonesia, film cerita pendek dijadikan laboratorium eksperimen dan batu loncatan bagi seseorang/sekelompok orang untuk kemudian memproduksi film cerita panjang. Jenis film ini banyak dihasilkan oleh para mahasiswa jurusan film atau orang/kelompok yang menyukai dunia film dan ingin berlatih membuat film dengan baik. Sekalipun demikian, ada juga yang memang mengkhususkan diri untuk memproduksi film pendek, umumnya hasil produksi ini dipasok ke rumah-rumah produksi atau saluran televisi yang nantinya akan menayangkan film tersebut.

2. Film Panjang
Film dengan durasi lebih dari 60 menit lazimnya berdurasi 90-100 menit. Film yang diputar di bioskop umumnya termasuk dalam kelompok ini. Beberapa film, misalnya Dances With Wolves, bahkan berdurasi lebih 120 menit. Filmfilm produksi India rata-rata berdurasi hingga 180 menit. Film panjang ini juga termasuk di dalamnya film animasi.



Perbedaan Seni Peran Film dengan Seni Teater


Perbedaan seni peran film (drama, sandiwara, sinetron,dll) dengan seni peran teater adalah:

 Film (drama, sandiwara):

a. Film tidak memerlukan pengucapan vokal yang cukup kuat, karena diperkuat atau diambil oleh microphone.
b. Emosi tidak perlu kuat, karena akan diperkuat oleh kamera yang mengambil secara short shot atau close up.
c. Make up cukup tipis, karena akan diperkuat oleh kamera.
d. Pengambilan adegan secara partial atau sebagian-sebagian yang dipotong-potong menjadi sangat pendek-pendek sesuai dengan yang akan di ceritakan, sehingga adegan yang salah bisa diulang-ulang hingga mencapai seperti yang dikehendaki oleh sutradara.

 Teater

a. Pengucapan vokal harus sangat kuat, karena penampilan dilakukan di atas panggung dan vokal harus terdengar hingga penonton di barisan yang paling belakang.
b. Emosi atau perasaan harus ekstrem, karena penampilan dilakukan di atas panggung dan emosi atau perasaan harus terlihat hingga penonton di barisan paling belakang.
c. Make up harus ekstrem, karena penampilan dilakukan di atas panggung dan make up harus terlihat hingga penonton di barisan paling belakang.
d. Adegan dari awal hingga akhir penampilan atau show harus sempurna, karena tidak ada jeda atau pengulangan bagi adegan yang salah. Melakukan kesalahan pada satu adegan atau dialog, maka akan merusak semua performa yang sedang ditampilkan.








T E R I M A   K A S I H